Cari

    Belanja Oke

gravatar

Tunanetra Bali Pun Ketagihan Teknologi

Suasana Acara (dok. ramaditya)

Penulis: Eko Ramaditya Adikara - detikinet

Hal tersebut penulis rasakan saat berkunjung ke SLB/A Negeri Bali, Rabu 25/6/2011.

"Kalau murid-murid di sini sudah belajar komputer suka ketagihan, biasanya minta tambah jam belajar," ujar Suradi, salah seorang pengajar di sekolah tersebut.

Hal serupa juga diungkapkan Fajar, instruktur komputer yang langsung menangani tunanetra dalam belajar komputer. "Mereka haus akan teknologi, jadi saya berusaha memberikan berbagai pelajaran yang berhubungan dengan komputer yang dapat langsung mereka manfaatkan," jelasnya.

Ayu, seorang siswi yang saat ini menjalani pendidikan inklusif di sebuah SMA di Bali merasa sangat terbantu dengan adanya teknologi asistif seperti komputer bicara, printer Braille, atau alat perekam suara.

Saat penulis mengenalkan dan mendemonstrasikan voice recorder yang dapat merekam percakapan secara real-time, Ayu merespon dengan sangat antusias. "Alatnya kecil, jadi praktis dan bisa sangat membantu merekam pelajaran di kelas," ujarnya sambil meraba voice recorder milik penulis.

Siswa-siswi yang lain pun tak kalah semangatnya. Mereka mengaku senang menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium komputer yang di dalamnya terdapat lebih dari lima unit komputer bertenaga dual-core.

Hasilnya? Sebagian besar di antara mereka sudah memiliki akun Facebook dan cukup aktif mengelolanya, baik lewat komputer maupun ponsel.

Selain itu, mereka juga telah menguasai aplikasi perkantoran dasar seperti Microsoft Word dan Microsoft Excel, sehingga dapat mereka manfaatkan dalam proses belajar mengajar, khususnya mereka yang tertarik masuk sekolah inklusif, yang notabene sangat membutuhkan kedua aplikasi tersebut.

Berdasar pengalaman di atas, penulis beranggapan bahwa saat ini rekan-rekan tunanetra di Indonesia sudah mulai bangkit dan mengadopsi TI sebagai salah satu media substitusi fungsi penglihatan mereka yang hilang. Hal tersebut, boleh jadi, juga telah dilakukan sekolah luar biasa lain di Indonesia.

Dengan demikian, motivasi belajar tunanetra dapat ditumbuhkan bila lingkungan bersedia mengakomodasi kebutuhan mereka, minimal memperkenalkan penggunaan dan manfaat TI sebagai penunjang kehidupan tunanetra.

Jadi, TI harus dapat menjadi kawan yang mampu menstimulasi minat tunanetra, bukan lagi lawan yang susah untuk ditaklukkan atau dikuasai.

Bicara soal teknologi asistif tunanetra yang harganya masih selangit, memang hal tersebut adalah tantangan besar bagi kita. Namun, penulis yakin kalau kita mampu menyiasati hal tersebut -- misalnya menggunakan tape recorder atau voice recorder yang terjangkau harganya -- maka proses implementasi teknologi informasi bagi tunanetra dapat tetap berjalan.

Nah, jika tertarik, bolehlah mampir ke SLB/A Negeri Bali yang terletak di bilangan Serma Gede, Denpasar.

Bila ingin mendengarkan wawancara penulis saat berkunjung ke sana, silahkan unduh melalui link ini.